"Tala Bune Oha Ra Beca, Ruku ro Rawi Bune Tai di Dembi": Sebuah Refleksi tentang Integritas dan Perilaku

Oleh: Suhardin,S.Pd.,M.M.

 Masyarakat Bima, dengan kekayaan budayanya, memiliki banyak peribahasa yang mengandung makna mendalam dan relevan sepanjang masa. Salah satunya adalah "Tala Bune Oha Ra Beca, Ruku ro Rawi Bune Tai di Dembi." Peribahasa ini, jika diterjemahkan secara harfiah, berarti "ucapan yang mudah seperti menelan nasi yang telah bercampur dengan air, tapi kelakuannya seperti kotoran di pematang sawah." Ini adalah ungkapan yang sangat tajam untuk menyindir orang yang tidak memiliki integritas.

Peribahasa ini memiliki dua makna utama yang saling berkaitan. Pertama, "mudah diucapkan, tetapi realisasinya nol." Makna ini sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang pandai berkata-kata, menebar janji manis, atau menyuarakan idealisme yang tinggi. Namun, ketika tiba saatnya untuk bertindak, semua ucapan itu hanya menjadi angin lalu. Janji-janji tidak ditepati, dan rencana-rencana besar hanya tinggal di atas kertas. Peribahasa ini mengingatkan kita untuk tidak mudah terbuai oleh kata-kata, melainkan melihat bukti nyata dari perbuatan.

Makna kedua, dan yang lebih mendalam, adalah "ucapan terlalu suci, namun kelakuannya sangat buruk." Bagian pertama, "Tala Bune Oha Ra Beca" (ucapan mudah seperti menelan nasi yang sudah bercampur air), menggambarkan seseorang yang bicaranya begitu mulia, seolah-olah dia adalah sosok yang paling bijaksana dan bermoral. Namun, bagian kedua, "Ruku ro Rawi Bune Tai di Dembi" (kelakuannya seperti kotoran di pematang sawah), menelanjangi kenyataan pahit di balik kata-kata itu. Peribahasa ini menyoroti kemunafikan, di mana seseorang menampilkan citra yang baik di depan publik, tetapi di balik layar, perilakunya justru bertolak belakang dengan apa yang ia ucapkan.

Relevansi Peribahasa di Era Modern

Peribahasa ini tidak hanya relevan di masa lalu, tetapi juga sangat relevan di era modern, terutama di tengah arus informasi yang begitu deras. Kita sering melihat fenomena di mana seseorang membangun citra diri yang sempurna di media sosial, namun realitasnya jauh dari apa yang ditampilkan. Janji-janji manis seringkali terdengar indah di panggung sandiwara, tetapi sulit sekali diwujudkan saat di beranda kenikmatan duniawi. Ungkapan ini menjadi pengingat yang kuat agar kita tidak mudah percaya pada apa yang kita dengar atau lihat, melainkan lebih fokus pada konsistensi antara ucapan dan perbuatan.

Pada dasarnya, peribahasa "Tala Bune Oha Ra Beca, Ruku ro Rawi Bune Tai di Dembi" adalah seruan untuk menjaga integritas. Integritas adalah kesatuan antara pikiran, ucapan, dan tindakan. Ketika kita memiliki integritas, kata-kata kita memiliki bobot dan dapat dipercaya. Perilaku kita akan selaras dengan nilai-nilai yang kita yakini.

Dengan merenungi peribahasa ini, masyarakat Bima dan kita semua diajak untuk tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga berani bertindak. Jangan biarkan lidah lebih tajam dari perbuatan. Sebab, pada akhirnya, yang akan dikenang dan dihargai adalah konsistensi antara apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan (Nggahi Rawi Pahu). Sebuah pesan yang sederhana, namun sangat mendalam dan tak lekang oleh waktu.