SEPA SANGGA'DA

Oleh: SUHARDIN, S.Pd., M.M.

Dalam khazanah bahasa dan budaya Bima, terdapat sebuah ungkapan yang sarat makna tentang perjuangan dan kerja keras, yaitu "SEPA SANGGA'DA". Jika kita telaah lebih dalam, kata "Sepa" memiliki arti kiasan tentang seseorang yang menarik dahan pohon dengan sekuat tenaga hingga patah. Gambaran ini melukiskan usaha yang sangat keras dan sungguh-sungguh. Sementara itu, kata "Sangga'da" berarti tulang pinggang, yang merupakan bagian tubuh yang menopang beban berat saat bekerja fisik.

Secara keseluruhan, ungkapan "SEPA SANGGA'DA" secara umum memiliki kemiripan makna dengan peribahasa Indonesia yang sangat populer, yakni "Banting tulang peras keringat". Kedua ungkapan ini sama-sama menggambarkan betapa gigihnya seseorang dalam bekerja, mengerahkan seluruh tenaga dan upaya, bahkan hingga merasa sangat lelah dan terkuras.

Dalam konteks kehidupan masyarakat Bima, falsafah "SEPA SANGGA'DA" telah mendarah daging. Nilai-nilai kerja keras, ketekunan, dan semangat pantang menyerah tercermin dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Para petani yang mengolah lahan di bawah terik matahari, para nelayan yang berjuang di tengah gelombang lautan, hingga para pengrajin yang dengan sabar menciptakan karya seni, semuanya mencerminkan semangat "SEPA SANGGA'DA".

Ungkapan ini juga menjadi motivasi bagi generasi muda Bima untuk tidak mudah menyerah dalam menggapai cita-cita. Mereka diajarkan bahwa kesuksesan tidak datang dengan sendirinya, melainkan melalui kerja keras dan pengorbanan. Ibarat menarik dahan hingga patah, setiap tujuan membutuhkan usaha maksimal dan ketekunan yang tak kenal lelah.

Oleh karena itu, mari kita jadikan falsafah "SEPA SANGGA'DA" sebagai landasan dalam setiap langkah kita. Tanamkan dalam diri semangat untuk bekerja keras dengan sungguh-sungguh, mengerahkan seluruh potensi yang kita miliki, hingga mencapai hasil yang gemilang. Ingatlah, seperti dahan yang patah karena tarikan kuat, kesuksesan akan menghampiri mereka yang tidak pernah berhenti berusaha dan berjuang.