SUHARDIN: TIDAK ADA PESERTA DIDIK YANG NAKAL

KEPALA SMPN 10 Kota Bima, Suhardin, S.Pd., M.M. mengatakan, dalam sebuah proses pembelajaran sebenarnya tidak ada peserta didik yang dikategorikan nakal, namun guru yang belum menemukan  dan belum memahami apa maunya anak-anak.

"Selama ini cara guru dalam pengelolaannya bukan merupakan cara terbaik dalam menangani apa maunya anak-anak," ungkapkannya, saat diskusi ringan bersama rekan guru di sela-sela jam istiahat pembelajaran SMPN 10 Kota Bima, Sabtu (11/03/2023) siang kemarin.

Menurutnya, di era kekinian seharusnya kita tidak lagi memberikan hukuman kepada anak-anak yang melakukan pelanggaran. Karena hukuman sudah tidak efektif membuat seseorang lebih baik. Namun yang paling penting sekarang ini, bagaimana cara guru memberikan motivasi pada mereka yang melanggar.

Ditanya salah seorang guru bagimana cara memberi motivasinya? Menurut Ketua SGI Kota Bima ini, salah satu cara memberikan motivasi atau reinforcement itu adalah dengan cara memberi pujian. "Itu cara yang paling sederhana. Cara lainnya, memahami perbedaan-perbedaan karakter. Harus diingat, setiap anak belum tentu sama karakternya," cetus mantan dosen yang pernah bermukim lama di Kota Makassar.

Lebih jauh Suhardin yang juga Sekretaris MKKS Kota Bima ini menguraikan, dewasa ini kita selalu menyalahkan anak, padahal anak adalah individu yang masih berkembang dan memiliki potensi-potensi diri untuk dikembangkan.

Sesungguhnya setiap individu itu adalah makhluk monodualis, di satu sisi dia sebagai makhluk individu yang memiliki keunikan-keunikan tersendiri. "Tidak ada satupun individu yang persis sama dengan individu lain, oleh karenanya dalam proses belajar mengajar mereka diperhadapkan pada model-model pembelajaran Individual," terangkannya.

Selain anak sebagai makhluk individu, dia juga adalah makhluk sosial yang pasti menginginkan berhubungan interpersonal dengan manusia lain. Oleh karenanya, setiap siswa selain pembelajaran individual, pembelajaran yang bersifat kelompok karakter anak dalam menghadapi manusia lain.

Cara berikutnya, kita harus memahami karakteristik belajar anak. Ada tiga tipe belajar anak, yakni pertama tipe visual. Mereka hanya bisa belajar ketika matanya yang difokuskan, di sini fungsi visual berupa fungsi penglihatan.

Apa yang perlu dilakukan ketika ada anak yang cara belajarnya visual? Pembelajarannya harus difokuskan  pada media yang ditampilkan, bisa berupa gambar, slide atau yang bisa dia lihat langsung di lapangan.

Tipe kedua, tipe belajar audio, di sini fungsi utama adalah telinga mereka. Anak dengan tipe seperti ini baru bisa mengerti ketika mendengarkan sesuatu, walaupun dia sambil baring, jalan, duduk bahkan sambil berdiri mereka cuma mendengarkan. Dengan pendengaran itu mereka paham sekali. Oleh karenanya, bisa diputarkan audio yang berkaitan dengan materi pembelajaran atau langkah-langkah pembelajaran bisa dikombinasikan menjadi audio visual.

Namun ada tipe ketiga, yakni tipe belajar kinestetik. Mereka bisa belajar ketika mereka langsung melakukan sesuatu melalui gerakan-gerakan, seperti gerakan tangan, gerakan anggota tubuhnya yang lain itu baru bisa mereka memahami sesuatu.

"Nah di sinilah perlunya belajar siswa diperhadapkan pada keadaan yang langsung mereka gunakan. Selaras dengan kurikulum Merdeka, nyambung sekali dengan Program Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)," tandas Ketua Tim Penilai Dupak Kota Bima, mengakhiri diskusi. (CH.10)