Antara Arus Deras dan Mitos Penjaga: Misteri Laut Gilibanta di Teluk Sape

Oleh: SUHARDIN DEO

Teluk Sape, Kabupaten Bima, dikenal dengan keindahan alam lautnya yang memukau. Namun, di balik pesonanya, tersimpan kisah tragis tentang Laut Gilibanta, sebuah perairan yang kerap menelan korban jiwa. Peristiwa ini memunculkan dua perspektif yang saling tarik ulur: penjelasan ilmiah tentang derasnya arus air dan keyakinan spiritual tentang keberadaan jin penjaga laut.

Bahaya Arus Laut yang Tak Terlihat

Secara ilmiah, karakteristik Laut Gilibanta memiliki potensi bahaya yang besar. Letaknya yang berada di antara beberapa pulau dan tebing membuat pergerakan airnya sangat dinamis. Ketika air laut surut atau pasang, terjadi perbedaan ketinggian yang menciptakan arus bawah laut yang sangat kuat dan sering kali tidak terlihat dari permukaan. Arus inilah yang menjadi ancaman utama bagi mereka yang berenang atau melintas. Banyak korban yang dilaporkan tiba-tiba terseret ke tengah laut atau tenggelam karena tidak mampu melawan kekuatan arus yang begitu besar, bahkan bagi perenang yang andal sekalipun. Selain itu, kondisi geografis di sekitarnya yang bertebing juga menyulitkan proses evakuasi dan penyelamatan.

Mitos Jin Penjaga Laut

Di sisi lain, masyarakat setempat meyakini bahwa musibah di Laut Gilibanta tidak hanya disebabkan oleh faktor alam. Menurut cerita turun-temurun, laut ini dijaga oleh jin atau makhluk halus yang meminta tumbal. Mereka yang menjadi korban dianggap telah melanggar aturan tak tertulis atau tidak menghormati keberadaan sang penjaga. Mitos ini telah mengakar kuat dan menjadi semacam "kearifan lokal" yang berfungsi sebagai peringatan. Banyak nelayan dan warga yang enggan melintas di area tersebut tanpa mengucapkan doa atau permisi terlebih dahulu. Mereka percaya bahwa dengan menghormati alam dan para "penunggu" gaib, mereka akan terhindar dari bahaya.

Laut Gilibanta dalam Perspektif Islam

Dalam pandangan Islam, segala fenomena alam, termasuk laut dan badai, adalah bagian dari kekuasaan Allah SWT. Laut, dengan segala isinya, bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan ciptaan dan tentara Allah SWT.

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surah Ar-Rum ayat 41: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." Ayat ini mengingatkan bahwa setiap musibah bisa jadi merupakan teguran dari Allah SWT.

Lebih lanjut, dalam konteks Laut Gilibanta, Islam mengajarkan bahwa keselamatan bukan datang dari persembahan kepada makhluk gaib, tetapi dari keyakinan dan doa kepada Allah SWT. Jika memang ada jin di area tersebut, mereka hanyalah makhluk ciptaan Allah yang tidak memiliki kekuatan untuk mencelakakan manusia tanpa izin-Nya.

Oleh karena itu, tragedi di Laut Gilibanta menjadi pengingat bagi umat Islam untuk:

  1. Mengambil sebab (ikhtiar) secara rasional, yaitu dengan memahami bahaya arus laut dan tidak meremehkan kekuatan alam.
  2. Bertawakal (berserah diri) kepada Allah SWT, memohon perlindungan dan keselamatan hanya kepada-Nya, bukan kepada makhluk lain.
  3. Menjaga adab dan etika, seperti tidak berkata sombong atau berbuat maksiat di mana pun berada, karena Allah Maha Melihat.

Dengan demikian, baik dari sudut pandang ilmiah maupun spiritual dalam Islam, musibah di Laut Gilibanta menjadi pelajaran bahwa manusia harus selalu waspada, rendah hati, dan menyandarkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah SWT.