'Bali Oi Fela: Memahami Filosofi Maja Labo Dahu dan Kajian Tauhid dalam Tradisi Pengobatan Bima

Oleh: Suhardin,S.Pd.,M.M.

Tradisi pengobatan tradisional di berbagai daerah di Indonesia kaya akan kearifan lokal, salah satunya adalah 'Bali Oi Fela dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Secara harfiah, Bali Oi Fela diartikan sebagai "mengembalikan air liur," yang merujuk pada praktik pemberian hadiah atau imbalan kepada dukun yang berhasil menyembuhkan pasien. Lebih dari sekadar transaksi, tradisi ini menyimpan nilai-nilai filosofis dan spiritual yang mendalam, terutama jika dianalisis melalui lensa Maja Labo Dahu dan Kajian Tauhid.

Maja Labo Dahu: Jembatan Harmoni Hubungan Manusia

Maja Labo Dahu merupakan filosofi hidup masyarakat Bima yang memiliki arti malu dan takut. Filosofi ini memegang peranan sentral dalam membentuk karakter dan etika sosial. Maja (malu) di sini bukan hanya perasaan, tapi juga kesadaran akan harga diri dan martabat. Ini mencerminkan rasa malu jika tidak mampu memenuhi tanggung jawab atau berbuat kesalahan. Di sisi lain, Dahu (takut) mengacu pada rasa takut akan konsekuensi perbuatan, baik dari segi sosial maupun spiritual, dan yang terpenting, rasa takut kepada Allah SWT.

Dalam konteks 'Bali Oi Fela, Maja Labo Dahu memainkan peran krusial. Pasien dan keluarganya yang merasa 'malu' (maja) jika tidak memberikan imbalan yang setimpal kepada dukun yang telah bersusah payah mengobati. Rasa malu ini mendorong mereka untuk menunjukkan rasa terima kasih dan penghargaan. Selain itu, ada juga rasa takut (dahu) akan kesialan atau ketidakberkahan jika mereka ingkar janji atau tidak menepati komitmen. Filosofi ini memastikan bahwa hubungan antara dukun dan pasien tetap harmonis dan dilandasi oleh rasa saling menghargai. Dukun menerima imbalan sebagai bentuk pengakuan atas jasanya, sementara pasien menunaikan kewajibannya sebagai bentuk rasa terima kasih.

Kajian Tauhid: Meluruskan Niat dan Ketergantungan

Dari sudut pandang Tauhid—konsep keesaan Tuhan dalam Islam—praktik 'Bali Oi Fela memerlukan pemahaman yang hati-hati. Tauhid menekankan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, termasuk kesembuhan, adalah atas izin dan kehendak Allah SWT. Dukun atau tabib hanyalah perantara atau 'wasilah' yang digunakan oleh-Nya. Tantangan utama dalam praktik ini adalah menghindari syirik, yakni menyekutukan Allah.

Oleh karena itu, dalam tradisi 'Bali Oi Fela yang selaras dengan Tauhid, niat menjadi kunci utama. Pasien harus meyakini bahwa kesembuhan hakikatnya datang dari Allah, bukan dari kekuatan dukun. Imbalan yang diberikan kepada dukun bukanlah 'pembelian' kesembuhan, melainkan bentuk penghargaan atas usaha dan ilmu yang dimiliki dukun sebagai perantara. Dukun, di sisi lain, juga harus menyadari bahwa ilmu dan kemampuannya adalah anugerah dari Allah. Dengan demikian, praktik ini dapat terhindar dari pemahaman yang salah dan tetap berada dalam koridor Tauhid.

'Bali Oi Fela sebagai Simbol Rasa Syukur dan Kemanusiaan

Secara keseluruhan, 'Bali Oi Fela bukanlah sekadar praktik pemberian upah. Ini adalah manifestasi dari filosofi Maja Labo Dahu yang menjaga keseimbangan sosial dan etika. Di saat yang sama, ia juga harus dilandasi oleh prinsip Tauhid yang kuat, mengingatkan setiap individu bahwa kekuatan sejati berada di tangan Allah SWT. Melalui pemahaman ini, Bali Oi Fela bertransformasi dari sekadar tradisi menjadi simbol rasa syukur, penghargaan terhadap sesama, dan pengakuan atas kekuasaan Tuhan. Tradisi ini menunjukkan bagaimana kearifan lokal dapat selaras dengan nilai-nilai spiritual, menciptakan harmoni antara manusia dengan sesamanya dan dengan Sang Pencipta.