Guru Sebagai Pondasi Teladan (Bagian I): Menggugah Guru Menjadi Role Model Larangan Merokok di Sekolah

Oleh: Suhardin, S.Pd., M.M. (Kepala SMPN 10 Kota Bima)

Sekolah adalah Kawasan Tanpa Rokok (KTR), sebuah regulasi yang bukan sekedar aturan, namun merupakan wujud perlindungan terhadap generasi emas bangsa. Namun, pemberlakuan larangan merokok seringkali menghadapi tantangan besar, terutama ketika ada ketidakkonsistenan antara aturan dan perilaku orang dewasa di dalamnya.

Dalam konteks inilah peran Guru sebagai Role Model menjadi sangat krusial. Guru adalah figur penjaga pembangunan, yang menghabiskan waktu berjam-jam bersama murid, mewarnai pandangan dan sikap mereka. Larangan merokok pada siswa tidak akan efektif jika guru, sebagai panutan, tetap menunjukkan perilaku sebaliknya di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Profesionalisme guru menuntut sebuah pemberdayaan profesional: Pantang merokok di lingkungan pendidikan demi masa depan anak-anak didik.

A. Alasan Psikologis: Konsistensi Membentuk Karakter

Pada usia sekolah, terutama remaja, siswa berada dalam fase pencarian identitas diri dan sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan. Alasan psikologis mengapa guru harus menjadi teladan bebas rokok sangat kuat:

Terbentuknya Persepsi: Ketika siswa melihat guru merokok, baik di lingkungan sekolah (meski tersembunyi) atau di luar, akan timbul persepsi yang membingungkan atau bahkan pembenaran bahwa merokok adalah perilaku yang wajar, lazim, atau bahkan merupakan simbol kedewasaan atau “relaksasi” seperti yang mereka amati. Ketidakkonsistenan antara larangan yang diajarkan dengan perilaku yang dicontohkan membuat remaja memiliki “dalih” untuk melanggar aturan.

Kekuatan Peniruan (Modeling): Guru dianggap memiliki kecakapan dan pengetahuan tinggi. Perilaku guru, sadar atau tidak, akan menjadi model yang ditiru. Ketika panutan mereka merokok, dorongan dari pengaruh teman sebaya untuk mencoba rokok akan semakin kuat karena mereka merasa “diakui” dan didukung oleh contoh dari otoritas.

Mengatasi Kecemasan: Sebagian siswa merokok sebagai upaya psikologis untuk mencari relaksasi atau mengurangi kecemasan/ketegangan. Guru yang bebas rokok dapat mengajarkan dan menunjukkan cara-cara yang lebih sehat untuk mengelola stres, bukan dengan pengungsi instan yang berbahaya.

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis pada tanggal 6 Oktober 2025 telah menanyakan dengan santai dan sopan kepada salah seorang siswa (nama samaran: delta-delta) yang dipergoki oleh penulis sedang mengisap rokok di luar area sekolah. Siswa tersebut menjelaskan dengan jujur perihal apa motivasinya ia merokok, dan dari mana ia memperoleh uang untuk membeli rokok, hingga apakah mengetahui akibat buruk merokok.

Dengan wajah polos dan tanpa beban sedikit pun siswa tersebut menjelaskan bahwa ia merokok untuk gaya-gayaan dan untuk mendapatkan uang pembeli rokok ia harus bekerja jadilah kuli di lokasi pembuatan batu bata. Yang lebih menarik lagi bahwa ia memulai merokok justru diberikan ayahnya sebagai hadiah dari perantauan yang kondisinya saat itu broken home. Yang menyedihkan lagi bahwa siswa tersebut tidak mengetahui apa kerugian merokok ditinjau dari aspek kesehatan.

B. Bahaya Kesehatan: Melindungi Fisik dan Kognitif Siswa

Guru berkewajiban melindungi kesehatan siswanya. Merokok, baik secara aktif maupun pasif, menimbulkan dampak kesehatan yang serius, terutama bagi remaja yang tubuhnya masih dalam tahap perkembangan:

  1. Paru-Paru & Kardiovaskular, dampaknya terhadap remaja yang merokok adalah Penurunan fungsi paru-paru, risiko penyakit pernapasan kronis (asma, bronkitis), penyempitan pembuluh darah, dan risiko penyakit jantung serta stroke di usia muda.
  2. Pertumbuhan & Kognitif, dampaknya berupa Gangguan pertumbuhan tulang dan massa otot akibat terhambatnya penyerapan nutrisi. Penurunan fokus belajar, gangguan daya tangkap, dan penurunan prestasi akademik karena nikotin mengganggu perkembangan otak dan fungsi kognitif.
  3. Risiko Kanker, dampaknya adalah Peningkatan risiko kanker paru-paru, mulut, tenggorokan, dan leukemia karena paparan zat karsinogen dalam rokok secara terus-menerus.

Dengan tidak merokok, guru tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat (KTR) bagi seluruh warga sekolah, termasuk siswa yang rentan menjadi perokok pasif.

C. Landasan Agama: Ciri-ciri Kerusakan dan Pemborosan

Dalam Islam, larangan merokok didasarkan pada prinsip-prinsip syariat untuk menjaga lima hal utama (Maqashid Syariah), yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Merokok melanggar beberapa prinsip ini:

Dalil dari Al-Qur'an

Larangan Mencampakkan Diri ke dalam Kebinasaan (Menjaga Jiwa):

   Allah berfirman: "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." (QS Al-Baqarah : 195)

   Merokok dirangkum mencampakkan diri ke dalam kebinasaan (risiko penyakit mematikan).

 Mengharamkan yang Buruk (Khabâis):

   Allah berfirman (terkait sifat Rasulullah):  "...dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (khabâis)." (QS Al-A'raf : 157)

   Rokok dikategorikan sebagai khabâis (sesuatu yang buruk) karena berbahaya bagi kesehatan dan menimbulkan bau yang tidak sedap.

 Larangan Pemborosan (Menjaga Harta):

   Allah berfirman:  "Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan." (QS Al-Isra': 26-27)

   Membelanjakan harta untuk rokok yang jelas tidak mendatangkan manfaat (bahkan kerugian) dapat dikategorikan sebagai tabdzir (pemborosan).

Dalil dari Hadist Rasulullah SAW

Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak boleh membahayakan (orang lain)." (HR Ibnu Majah)

Hadist ini adalah kaidah dasar dalam Islam (Kaidah Fiqhiyah: Tidak boleh membuat mudharat pada diri sendiri dan orang lain). Merokok jelas menimbulkan dharar (bahaya) pada diri sendiri dan dhirar (bahaya/polusi) pada orang lain di sekitarnya (perokok pasif).

Kesimpulan: Perwujudan Profesionalisme dan Keimanan

Menghindari rokok bagi seorang guru bukanlah pilihan, melainkan kewajiban profesional dan moral. Ini adalah wujud konkret dari integritas seorang pendidik yang bertanggung jawab secara psikologis, sadar akan kesehatan, dan tunduk pada ajaran agama.

Guru yang bebas rokok adalah teladan yang utuh, yang kata dan perbuatannya sejalan. Dengan demikian, upaya sekolah dalam mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok akan berhasil secara maksimal, melahirkan generasi muda Kota Bima yang sehat, fokus, dan berkarakter mulia.